PENGAJIAN KITAB AL-MAJALIS AL-SANIYAH SYARAH ARBA’IN NAWAWIYAH: HADITS KE-9 INDIKATOR KETAATAN PADA RASULULLAH SAW

﷽.

 

HADITS ARBA’IN NAWAWIYAH

SERTA RIWAYAT DAN HIKAYAT YANG BERKAITAN

:الْحَدِيْثُ التَّاسِعُ

.الْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ جَعَلَ لَنَا إِلَيْهِ طَرِيْقًا وَسَبِيْلًا وَأَقَامَ لَنَا مَعْــرِفَتَهُ بُرْهَانًا وَاضِــحًا وَدَلِيْلًا وَبعَثَ إِلَيْنَا مُحَمَّدَ ابْنِ عَبْدِ اللهِ مُعَلِّمًا وَرَسُوْلًا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَىٓ أٰلِهٖ وَأَصْحَابِهٖ بُكْرَةً وَأَصِيْلًا

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ عَبْدِ الرَّحْمٰنِ بْنِ صَخْرٍ رَضِيَ اللهُ تَعَالىٰ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوْهُ، وَمَآ أَمَرْتُكُمْ بِهٖ فَأْتُوْا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ كَثْرَةُ مَسَآئِلهِمْ وَاخْتِلَافُهُمْ عَلٰىٓ أَنْبِيَآئِهِمْ. [رواه البخاري ومسلم]

HADITS KE-9

Artinya: Dari Abu Hurairah Abdurrahman bin Shakhr, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: Artinya: Apa-apa yang aku larang terhadap kalian maka jauhilah ia: dan apa-apa yang aku perintahkan kepada kalian maka kerjakanlah semampumu. Karena sesungguhnya yang telah mencelakakan orang-orang sebelum kalian adalah banyaknya pertanyaan dan perselisihan mereka terhadap nabi-nabi mereka. [Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim]

TANBIH [PERINGATAN]

Dalam kesempatan ini ada baiknya kita kemukakan apa yang disebutkan oleh para ahli tafsir mengenai firman Allah ﷻ:

وَاِذْ قَالَ مُوْسٰى لِقَوْمِهٖٓ اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تَذْبَحُوْا بَقَرَةً [سورة البقرة الاية : ٦٧]

Artinya: Dan [ingatlah] ketika Musa berkata kepada kaumnya, “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi.” [QS. Al-Baqarah : 67] dan seterusnya. Seandainya mereka langsung mencari sapi mana saja lalu menyembelihnya, maka selesailah urusannya. Namun mereka berulah dan banyak mengajukan pertanyaan yang tidak penting seputar sapi itu hingga mereka akhirnya kesulitan sendiri dan hampir saja tidak bisa melakukannya.

HIKAYAT YANG BERKAITAN:

Kisah ini dikemukakan oleh Imam Al-Baghawi dan lainnya sebagai berikut: Alkisah, pada zaman dahulu di kalangan bangsa Bani israil ada seorang laki-laki kaya raya, dan ia mempunyai seorang saudara sepupu yang miskin, satu-satunya pewarisnya. Ketika kematian yang diharapkan saudara sepupunya yang miskin itu tidak juga merenggutnya, maka akhirnya ia pun dibunuh oleh saudara sepupunya yang miskin itu, demi merebut warisannya. Kemudian jenazahnya dibawa oleh saudara sepupunya itu ke desa lain lalu dibuangnya di suatu tanah kosong di sana. Keesokan harinya, ia bersandiwara seakan-akan hendak menuntut balas kematian saudaranya itu. Maka orang-orang pun pergi menemui Nabi Musa untuk melaporkan kasus pembunuhan tersebut. Mereka meminta kepada Nabi Musa agar berdoa memohon kepada Allah supaya Allah menjelaskan siapa sebenarnya si pembunuh itu. Lalu Nabi Musa menyuruh mereka supaya menyembelih seekor sapi. Kata Nabi Musa [sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran]:

اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تَذْبَحُوْا بَقَرَةً [سورة البقرة الاية : ٦٧]

Arrtinya: “Allah menyuruh kamu supaya kamu menyembelih seekor sapi!” [QS. Al-Baqarah : 67]  Mereka menjawab:

قَالُوْٓا اَتَتَّخِذُنَا هُزُوًا [سورة البقرة الاية : ٦٧]

Artinya: “Apakah Tuan mau mengolok-olok kami?” [QS. Al-Baqarah : 67] [Kami menanyakan tentang siapa pembunuhnya, malah disuruh menyembelih seekor sapi]. Musa menjawab:

قَالَ اَعُوْذُ بِاللّٰهِ اَنْ اَكُوْنَ مِنَ الْجٰهِلِيْنَ [سورة البقرة الاية : ٦٧]

Artinya: “Aku berlindung kepada Allah dari termasuk ke dalam golongan orang-orang jahil.” [QS. Al-Baqarah : 67]  Yakni, jahil karena menjadikan orang mukmin sebagai buah ejekan: ada pula yang mengatakan maksudnya adalah, jahil karena memberikan jawaban yang tidak sesuai dengan permintaan. Ketika orang banyak mengetahui bahwa perintah menyembelih sapi betina itu benar-benar merupakan suatu perintah yang pasti datangnya dari Allah ﷻ, maka mereka pun lalu meminta penjelasan tentang sifat-sifat sapi yang harus disembelih itu. Di balik kejadian ini ada hikmat yang sangat besar, yaitu: Dahulu, di kalangan Bani Israil ada seorang laki-laki Shalih. Laki-laki itu mempunyai seorang anak yang masih bayi, dan ia juga mempunyai seekor anak sapi. Kemudian anak sapi dibawanya ke hutan lalu dilepasnya sambil berdoa: “Ya Allah ﷻ, aku titipkan anak sapi ini kepada-Mu untuk anakku apabila ia sudah besar kelak.” Tak lama setelah itu, laki-laki Shalih tersebut meninggal dunia. Maka tinggallah anak sapi itu di hutan tersebut. Apabila ada orang yang melihatnya, ia pun lari ke tengah hutan. Anak lelaki saleh itu akhirnya tumbuh menjadi seorang pemuda yang bakti kepada ibunya. Ia membagi waktu malamnya menjadi tiga, sebagian untuk beribadat kepada Tuhannya, sebagian untuk tidur, dan sebagian untuk duduk di dekat kepala ibunya. Apabila tiba waktu pagi, maka ia berangkat mencari kayu bakar, lalu dibawanya ke pasar dan dijualnya di sana. Uang hasil penjualan kayu bakar itu dibaginya tiga, sepertiga disedekahkannya, sepertiga untuk makannya dan sepertiga lagi diberikannya kepada ibunya. Pada suatu hari ibunya berkata kepadanya: “Ayahmu mewariskan untukmu seekor anak sapi yang dititipkannya kepada Allah ﷻ di tengah sebuah hutan, maka pergilah ke sana lalu memohonlah kepada Ailah dengan berkat Nabi Ibrahim, Nabi Ismail dan Nabi Ishak supaya Dia mengembalikan anak sapi itu kepadamu. Ciri-ciri anak sapi itu adalah apabila engkau melihatnya maka kulitnya akan tampak kuning ke emas-emasan.” Maka berangkatlah anak muda itu ke hutan yang dimaksud. Di sana dilihatnya ada seekor sapi yang ciri-cirinya persis seperti yang digambarkan oleh ibunya. Lantas anak muda itu berkata: “Aku mengundangmu dengan nama Tuhan Ibrahim, Ismail, Ishak dan Yakub.” Maka sapi itu pun mendekati pemuda itu lalu berdiri di depannya. Pemuda itu memegang leher sapi itu dan menuntunnya sambil berjalan pulang: Dengan kuasa Allah ﷻ, sapi itu berbicara: “Wahai pemuda yang bakti kepada ibunya, tunggangilah saya karena itu akan lebih menyenangkan bagimu,” Pemuda itu menjawab: “Ibuku tidak menyuruhku melakukan itu, ia hanya mengatakan supaya aku memegang lehermu.” Sapi itu lalu berkata: “Demi Tuhan Bani Israil, kalau kau menunggangiku maka engkau tidak akan bisa lagi menguasaiku selama-lamanya. Mari pergi, seandainya engkau menyuruh gunung supaya lepas dari bumi dan berjalan mengikutimu, niscaya Ia akan melakukan itu, karena baktimu kepada ibumu.” Maka berjalanlah pemuda itu sambil menuntun sapi tersebut hingga akhirnya sampai di rumahnya. Ibunya lalu berkata kepadanya: “Anakku, engkau adalah seorang yang miskin dan tak berharta sama sekali. Sungguh berat bagimu mencari kayu bakar di waktu siang dan beribadat di waktu malam. Karena itu, bawalah sapi ini ke pasar dan juallah di sana.” Anak muda itu menjawab: “Berapa harus saya jual?” Ibunya menjawab: “Tiga dinar. Dan jangan dijual kecuali sesudah berunding denganku!” Harga sapi di kala itu memang tiga dinar. Maka berangkatlah pemuda itu ke pasar sambil menuntun sapi tersebut. Lalu Allah ﷻ mengirim seorang malaikat untuk memperlihatkan kekuasaan-Nya kepada makhluk-Nya, dan untuk menguji kebaktian pemuda itu kepada ibunya, padahal Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. Malaikat itu lalu bertanya kepada si pemuda: “Berapa kau jual sapi ini?” Pemuda itu menjawab: “Tiga dinar, dengan syarat saya harus minta keridaan ibuku dulu.” Malaikat itu berkata: “Saya akan membayarmu enam dinar, tapi engkau jangan minta keridaan ibumu lagi.” Pemuda itu menjawab: “Biar saya dibayar emas seberat badan sapi ini, saya tidak akan menjualnya kecuali dengan rida ibuku.” Kemudian pemuda itu pulang dan memberitahukan kepada ibunya tentang tawaran malaikat tersebut. Ibunya lalu berkata: “Juallah dengan harga enam dinar, dengan syarat aku rida.” Ketika pemuda itu kembali ke pasar, malaikat bertanya: “Apakah kau sudah minta keridaan ibumu?” Pemuda itu menjawab: “Sudah. Beliau menyuruhku agar tidak menjualnya kurang dari enam dinar, dengan syarat saya harus minta ridanya dulu.” Malaikat itu berkata: “Saya akan membayarmu dua belas dinar.” Pemuda itu tidak mau menerimanya, ia lalu pulang untuk memberitahukan hal itu kepada ibunya. Ibunya lalu berkata: “Sebenarnya orang itu adalah seorang malaikat yang menyamar sebagai manusia, dikirim Allah ﷻ untuk mengujimu. Jika engkau bertemu lagi dengannya maka katakana kepadanya, “Apakah Tuan suruh saya menjual sapi ini atau tidak?” Pemuda itu pergi lagi ke pasar. Ketika ia bertemu kembali dengan malaikat itu, maka disampaikannya pesan ibunya kepada malaikat itu. Malaikat itu lalu berkata: “Sampaikan kepada ibumu supaya dia menahan sapi ini, karena Musa bin Imran akan membelinya dari kalian untuk kasus pembunuhan yang terjadi di kalangan Bani Israil. Jangan kalian jual kecuali dengan harga emas seberat timbangan sapi itu.“ Maka sapi itu pun akhirnya tidak jadi mereka jual. Allah ﷻ menakdirkan Bani Israil menyembelih sapi itu sendiri, bukan yang lain. Kaum Bani israil terus minta penjelasan tentang sifat-sifat sapi yang harus mereka sembelih itu, hingga akhirnya Allah ﷻ menetapkan supaya mereka menyembelih sapi dengan sifat seperti sifat sapi yang dimiliki oleh pemuda tersebut. Sebagai ganjaran atas bakti dan kasih sayangnya kepada ibunya. Kejadian ini disebutkan dalam Firman Allah ﷻ:

وَاِذْ قَالَ مُوْسٰى لِقَوْمِهٖٓ اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تَذْبَحُوْا بَقَرَةًۗ قَالُوْٓا اَتَتَّخِذُنَا هُزُوًاۗ قَالَ اَعُوْذُ بِاللّٰهِ اَنْ اَكُوْنَ مِنَ الْجٰهِلِيْنَ ٦٧ قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَّنَا مَا هِيَۗ قَالَ اِنَّهٗ يَقُوْلُ اِنَّهَا بَقَرَةٌ لَّا فَارِضٌ وَّلَا بِكْرٌۗ عَوَانٌۢ بَيْنَ ذٰلِكَۗ فَافْعَلُوْا مَا تُؤْمَرُوْنَ ٦٨ قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَّنَا مَا لَوْنُهَاۗ قَالَ اِنَّهٗ يَقُوْلُ اِنَّهَا بَقَرَةٌ صَفْرَاۤءُ فَاقِعٌ لَّوْنُهَا تَسُرُّ النّٰظِرِيْنَ ٦٩ قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَّنَا مَا هِيَۙ اِنَّ الْبَقَرَ تَشٰبَهَ عَلَيْنَاۗ وَاِنَّآ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ لَمُهْتَدُوْنَ ٧٠ قَالَ اِنَّهٗ يَقُوْلُ اِنَّهَا بَقَرَةٌ لَّا ذَلُوْلٌ تُثِيْرُ الْاَرْضَ وَلَا تَسْقِى الْحَرْثَۚ مُسَلَّمَةٌ لَّاشِيَةَ فِيْهَاۗ قَالُوا الْـٰٔنَ جِئْتَ بِالْحَقِّ فَذَبَحُوْهَا وَمَا كَادُوْا يَفْعَلُوْنَ ٧١ وَاِذْ قَتَلْتُمْ نَفْسًا فَادّٰرَءْتُمْ فِيْهَاۗ وَاللّٰهُ مُخْرِجٌ مَّا كُنْتُمْ تَكْتُمُوْنَ ٧٢ فَقُلْنَا اضْرِبُوْهُ بِبَعْضِهَاۗ كَذٰلِكَ يُحْيِ اللّٰهُ الْمَوْتٰى وَيُرِيْكُمْ اٰيٰتِهٖ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُوْنَ ٧٣ ثُمَّ قَسَتْ قُلُوْبُكُمْ مِّنْۢ بَعْدِ ذٰلِكَ فَهِيَ كَالْحِجَارَةِ اَوْ اَشَدُّ قَسْوَةًۗ وَاِنَّ مِنَ الْحِجَارَةِ لَمَا يَتَفَجَّرُ مِنْهُ الْاَنْهٰرُۗ وَاِنَّ مِنْهَا لَمَا يَشَّقَّقُ فَيَخْرُجُ مِنْهُ الْمَاۤءُۗ وَاِنَّ مِنْهَا لَمَا يَهْبِطُ مِنْ خَشْيَةِ اللّٰهِۗ وَمَا اللّٰهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُوْنَ ٧٤ [سورة البقرة الاية : ٦٧-٧٤]

Artinya: [Ingatlah] ketika Musa berkata kepada kaumnya, “Allah memerintahkan kamu agar menyembelih seekor sapi.” Mereka bertanya, “Apakah engkau akan menjadikan kami sebagai ejekan?” Dia menjawab, “Aku berlindung kepada Allah agar tidak termasuk orang-orang yang jahil.” ؛ Mereka berkata, “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menjelaskan kepada kami tentang [sapi] itu.” Dia [Musa] menjawab, “Dia [Allah ] berfirman bahwa sapi itu tidak tua dan tidak muda, [tetapi] pertengahan antara itu. Maka, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu.” ؛ Mereka berkata, “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menjelaskan kepada kami apa warnanya.” Dia [Musa] menjawab, “Dia [Allah ] berfirman bahwa [sapi] itu adalah sapi yang warnanya kuning tua, yang menyenangkan orang-orang yang memandang[-nya].” ؛ Mereka berkata, “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menjelaskan kepada kami tentang [sapi] itu. [Karena] sesungguhnya sapi itu belum jelas bagi kami, dan jika Allah menghendakinya, niscaya kami mendapat petunjuk.” ؛ Dia [Musa] menjawab, “Dia [Allah ] berfirman bahwa [sapi] itu adalah sapi yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak [pula] untuk mengairi tanaman, sehat, dan tanpa belang.” Mereka berkata, “Sekarang barulah engkau menerangkan [hal] yang sebenarnya.” Lalu, mereka menyembelihnya, dan hampir saja mereka tidak melaksanakan [perintah] itu. ؛ [Ingatlah] ketika kamu membunuh seseorang lalu kamu saling tuduh tentang itu. Akan tetapi, Allah menyingkapkan apa yang selalu kamu sembunyikan. ؛ Lalu, Kami berfirman, “Pukullah [mayat] itu dengan bagian dari [sapi] itu!” Demikianlah Allah menghidupkan [orang] yang telah mati, dan Dia memperlihatkan kepadamu tanda-tanda [kekuasaan-Nya] agar kamu mengerti. ؛ Setelah itu, hatimu menjadi keras sehingga ia [hatimu] seperti batu, bahkan lebih keras. Padahal, dari batu-batu itu pasti ada sungai-sungai yang [airnya] memancar. Ada pula yang terbelah, lalu keluarlah mata air darinya, dan ada lagi yang meluncur jatuh karena takut kepada Allah . Allah tidaklah lengah terhadap apa yang kamu kerjakan. ؛ [QS. Al-Baqarah : 67-74].

Kaum Bani Israil berkeliling mencari sapi seperti yang disifatkan Allah ﷻ itu, mereka tidak menemukannya kecuali pada sapi milik anak muda itu. Akhirnya mereka terpaksa membelinya dengan harga emas seberat timbangan sapi tersebut. Kemudian sapi itu mereka sembelih dan potongan daging sapi itu, mereka pukulkan ke mayat yang terbunuh tersebut. Maka dengan izin Allah ﷻ, mayat itu kembali hidup dengan urat leher berlumuran darah, seraya berkata: “Pembunuhku adalah si fulan.” Setelah itu ia mati kembali. Maka saudara sepupunya itu akhirnya tidak memperoleh warisan apa-apa.

 

اللّٰهُمَّ وَفِّقْنَا أَجْمَعِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ

۩۩۩۩۩۩۩۩۩۩

 

Disarikan dari kitab: al-Majalis al-Saniyah

Karya: Syaikh Ahmad bin Syaikh Hijazi al-Fasyani

Oleh: Muhammad Mahrus (Ketua MWCNU Buduran)