ENTALSEWU. Meski hujan mengguyur mulai sore hari, hal itu tidak menghalangi dan mengurangi komitmen pengurus Nahdlatul Ulama (NU) dan warga nahdliyyin di wilayah Buduran untuk tetap melaksanakan lailatul ijtima’ (LI) yang merupakan ciri khusus kegiatan di lingkungan NU. Bertempat di masjid Al-Istiqomah desa Entalsewu, pada 6 Sya’ban 1445 H bertepatan 16 Februari 2024 M telah dilaksanakan LI MWCNU Buduran. Pada kesempatan itu turut hadir unsur Mustasyar, Syuriyah, Tanfidziyah, A’wan, Badan Otonom (Banom) dan Lembaga dari jajaran kepengurusan MWCNU Buduran. Tentu PRNU Entalsewu juga hadir dan menyiapkan segala sesuatunya sebagai tuan rumah kegiatan rutin tersebut.
Sebagaimana kebiasaan, LI tersebut dimakmurkan dengan pelaksanaan shalat tasbih, shalat hajat, istighotsah, pembacaan shalawat, sambutan, pengarahan, dan juga doa. Adalah KH. Jalisil Ulama yang didapuk memimpin pelaksanaan shalat tasbih dan shalat hajat. Terlihat komplek ruang dalam dari masjid Al-Istiqomah tersebut penuh dengan jamaah yang khusyu’ sekaligus khidmat mengikuti ritual tersebut. KH. Chusnul Waro memimpin langsung pembacaan istighotsah dan mendahuluinya dengan memimpin pembacaan tawassul kepada para pendiri dan masyayikh NU, Buduran, dan Entalsewu.
Sekitar 45 menit berjalan, pelaksanaan shalat tasbih, shalat hajat, dan istighotsah tersebut usai, dan disusul dengan pembacaan shalawat mahallul qiyam bil-ishariy yang semarakkan dengan iringan hadrah jamaah ISHARI NU Ancab Buduran. Walau durasi pembacaan mahallul qiyam bil-ishariy saat itu tidak “sepanjang” bila saat pembacaan shalawat ISHARI NU seperti halnya dalam gladen, khaul, atau peringatan lainnya, namun hal itu tidak mengurangi nuansa spiritual profetik yang memayungi jamaah LI tersebut. Suara shalawat, gerakan rodat, drek, dan iringan rebana ISHARI NU silih berganti melambung mengangkasa seakan-akan menyambut hujan yang tak kunjung reda.
Usai pembacaan shalawat, Kyai Rojali Anas yang sehari-hari bertugas sebagai Sekretaris Tanfidziyah MWCNU Buduran membuka acara dengan muqoddimah dan iftitah. Berikutnya beliau mempersilahkan wakil dari PRNU Entalsewu menyampaikan sambutan. Tampillah Kyai Sadikan menghaturkan sambutan atas nama PRNU Entalsewu. Dalam sambutannya, ia menyampaikan rasa terima kasih atas kehadiran para pengurus NU se-Buduran dan jamaah, sekaligus menyampaikan permohonan maaf atas kekurangan sebagai tuan rumah. Beliau juga memohon restu atas pengembangan masjid Al-Istiqomah yang sedianya ke depan akan diperbesar ke arah selatan masjid.
Berikutnya adalah sambutan sekaligus pengarahan dari Ketua Tanfidziyah yang disampaikan oleh Kyai Machrus. Dalam sambutannya, beliau menyampaikan terima kasih pada PRNU Entalsewu yang bersedia berketempatan sebagai tuan rumah LI. Beliau juga menyapa sekaligus “mengabsen” Banom, Lembaga, dan PRNU yang hadir pada saat itu. Kiprah Lazisnu yang makin massif di lingkungan Buduran juga dilaporkan sekaligus dipuji sebagai prestasi tersendiri. Tak lupa beliau juga mohon dukungan dan restu atas agenda pendirian Fasilitas Kesehatan Tahap Pertama (FKTP) atau Faskes oleh MWCNU Buduran. “Mohon restu dan dukungan pada seluruh pengurus dan warga NU agar MWCNU Buduran memiliki FKTP yang kini sedang diupayakan oleh LKNU Buduran”, ujar beliau.
Sebelum pembacaan doa, KH. Chusnul Waro mengingatkan pentingnya menjaga ahlussunnah wa al-jamaah al-nahdliyyah yang memiliki tiga ciri, yaitu dalam bidang akidah bermadzhab pada Imam Abu Mansur al-Maturidi dan Imam Abul Hasan al-Ays’ari, dalam bidang fikih bermadzhab pada salah satu dari Imam madzhab al-arba’ah, dan dalam bidang tasawuf mengikuti Imam Junaid al-Baghdadi dan Imam Abu Hamid Muhammad al-Ghazali. Terkhusus dalam bidang akidah, beliau menyampaikan bahwa ciri akidah Asy’ariyah adalah menghilangkan atau menghindarkan 4 (empat) pertanyaan terkait ilmu tauhid, yaitu pertanyaan ainallah (di mana Allah), matallah (kapan Allah Ada), kaifallah (bagaimana Allah), dan kamillah (berapa jumlah Allah). “Dalam akidah Asy’ariyah yang kita ikuti ada prinsip bahwa barangsiapa yang meninggalkan empat pertanyaan maka imannya sempurnya. Empat pertanyaan itu adalah ainallah, matallah, kaifallah, dan kamillah. Maka saya mohon agar kita semua menjaga diri kita, keluarga, dan jamaah untuk tidak menghindarkan empat pertanyaan itu ketika bertauhid”, tegas beliau.
Setelah penegasan tersebut, beliau mempersilahkan KH. Mabrur Syaibani memimpin doa ikhtitam. Kyai Mabrur sendiri mempersilahkan para kyai lain yang ada sebagai wujud tawadlu’nya, namun pada akhirnya beliau tidak bisa menolak “dawuh” untuk memimpin pembacaan doa. Memang walau hujan deras mulai sore, jamaah LI malam itu tetap semarak. Berkahnya lagi, para kyai juga rawuh seperti KH. Azizurrahman dari Sidokepung, KH. Anas Mahmudi dari Sukorejo, KH. Ali Bashori, dan KH. Abdul Karim.(c)
A’wan MWC NU Buduran | Tukang Sapu Langgar
Mahabbah gak kenal wayah