KERAMATNYA WIRID LITERASI KARTINI
Oleh: Chabib Musthofa
Mudir JATMAN Idaroh Ghusniyah Buduran
“Sirantih teluknya dalam
Batang kapas lubuk tempurung
Kami ini umpama balam (burung)
Mata lepas badan terkurung”
Beberapa kalimat di atas adalah pantun yang didendangkan para gadis dan wanita di Sumatera Barat yang terkurung di dalam rumahnya ketika menjahit atau merenda di anjungan rumah mereka. Pantun itu disitir oleh Nyai Hj. Aisyah Dahlan untuk menggambarkan ratapan hati RA Kartini pada masa ketika para wanita Nusantara berada pada situasi yang amat sangat dilarang menyuarakan hatinya. Melalui tulisan berjudul Inspirasi Kartini di Kalangan Wanita Muslimat dalam buku berjudul Satu Abad Kartini 1879-1979 cetakan kedua tahun 1979 oleh penerbit PT Sinar Agape Press, Nyai Aisyah Dahlan mencoba memotret RA Kartini sebagai figur inspiratif bagi banyak kelompok perempuan, khususnya Muslimat Nahdlatul Ulama (NU). RA Kartini menjadi inspiratif tentu bukan hanya karena beliau adalah satu dari tiga tokoh mulia yang diperingati hari lahirnya. Mafhum bahwa tanggal 21 April ditetapkan sebagai Hari Kartini karena beliau lahir pada tanggal itu, ada Hari Natal yang bagi umat Kristiani dipercaya sebagai kelahiran Yesus Kristus, dan tentu tiap tanggal 12 Rabiul Awal umat Islam merayakan Maulid Nabi Agung Muhammad ﷺ.
Nyai Aisyah Dahlan sendiri lahir di Pariaman, Sumatera Barat pada 27 April 1920. Merupakan tokoh Muslimat NU, pernah menjadi anggota Konstituante dan MPRS tahun 1966-1971, dan pada kongres Muslimat NU tahun 1979 di Semarang beliau diamanati sebagai salah satu ketua yang membidangi dakwah. Nyai Aisyah Dahlan merupakan istri dari KH. Muhammad Dahlan, tokoh NU kelahiran Pasuruan pada 2 Juni 1909 dan menjadi Menteri Agama tahun 1967-1971 pada Kabinet Pembangunan 1 ketika pemerintahan Presiden Soeharto. Nyai Aisyah Dahlan adalah tokoh Muslimat NU yang merintis berdirinya berbagai madrasah di bawah naungan Muslimat NU, selain juga aktif membentuk serta menggerakkan berbagai pengajian ibu. Aktifis yang mampu memproduksi kurang lebih 9 buku dan mendapat penghargaan sebagai eksponen Pejuang 1945 oleh pemerintah Republik Indonesia ini wafat pada tahun 1985. Bahkan buku beliau berjudul Wanita Islam telah diterjemahkan dalam bahasa Inggris, tanda bahwa pemikiran beliau tentang wanita telah mengglobal di era belum ada international network (internet) seperti era sekarang.
Kembali pada pandangan Nyai Aisyah Dahlan terhadap RA Kartini. Menurut beliau, RA Kartini merupakan sosok yang inspiratif yang mampu menggugah kebangkitan para perempuan, khususnya di Muslimat NU. RA Kartini merupakan kulminasi dari sekian banyak figur perempuan di masa-masa sebelumnya dengan tiap kehebatan mereka masing-masing seperti Tjut Nyak Dien (1850-1908), Tjut Meutia (1870-1920), Laksamana Keumalahayati atau Malahayati (1550-1615). Nama terakhir ini merupakan kepala Barisan Pengawal Istana Rahasia dan Panglima Protokol Pemerintah pada masa Sultan Alauddin Riayat Syah al-Mukammil memerintah Kesultanan Aceh. Nama terakhir ini juga dianggap perempuan pertama di dunia yang menjadi laksamana dan pendiri divisi militer Inong Balee yang beranggotakan 2000 pasukan khusus.
Tokoh seperti Tjut Nyak Dien, Tjut Meutia, dan Laksamana Malahayati tentu corak perjuangannya berbeda dengan RA Kartini. Tiga tokoh awal merupakan pejuang wanita berdarah biru yang memiliki kekuasaan mampu melintasi batas demarkasi kultur patriarkhi, sehingga mereka leluasa bergerak dalam dunia politik, pemerintahan, adat, dan bahkan kemiliteran. Sedangkan RA Kartini walaupun juga berdarah biru dari jalur ayah, namun beliau tidak memiliki anugerah kekuatan yang dapat meretas batas patriarkhi tersebut secara fisik. Bila dibanding heroisme ketiga tokoh wanita sebelumnya dari aspek kegagahan melawan melawan penjajah di medan perang, RA Kartini tak sekalipun menghadapkan moncong bedil, patrem, keris, atau tombak ke arah musuh. Tapi –paling tidak—ada satu hal yang menjadi kelebihan RA Kartini, yaitu beliau gemar menulis, mendokumentasi, dan menyebarkan berbagai gagasan –atau lebih tepat disebut ratapan hatinya—pada pihak lain.
Alih-alih gagasan dan ratapan hati itu hilang ketika RA Kartini wafat, ternyata itu malah menjadi momentum yang memunculkannya keistimewaan RA Kartini di mata publik sekaligus memompa energi perjuangan yang mampu membangkitkan dan memobilisasi generasi perempuan di era setelahnya. Melalui hobi korespondensinya dengan sahabat pena di Belanda namanya Eztella H. Zeehandelaar, J.H. Andanon bersama istrerinya Rosa Abendanon, pikiran RA Kartini terdokumentasikan. Setelah RA Kartini meninggal, Abendanon berusaha melakukan berbagai cara untuk mengumpukan seluruh catatan RA Kartini. Catatan yang bermula dari hobi inilah kemudian lahirnya buku berjudul Door Duistern Tot Licht (Habislah Gelap Terbitlah Terang).
Bahkan gagasan RA Kartini tentang kesetaraan antara pria-wanita jauh mandahului ide Barat tentang kesetaraan seperti yang digaungkan feminis liberal, radikal, Marxis-Sosialis, Psikoanalisis Gender, Eksistensialis, aliran feminis Pasca-Modern, dan Ekofeminisme. Ketika Allah ﷻ membuka hijab pemikiran RA Kartini, maka pada titik itulah kesadaran dan gerakan perempuan mulai membentuk eksistensi perannya di kalangan masyarakat Nusantara secara luas. Ironisnya, justru tersingkapnya tabir itu terjadi saat RA Kartini sudah mangkat pada 17 September 1904 pada usia 25 tahun.
Pasca kemangkatan RA Kartini inilah, seiring dengan munculnya gerakan agama, sosial, ekonomi, dan pemikiran di Nusantara, pemikiran RA Kartini mulai diadopsi dan diterjemahkan oleh berbagai organisasi pergerakan. Mulai muncul organisasi perempuan seperti Aisyiah di Muhammadiyah, Wanita PSII di PSII, dan Muslimat di NU. Harapan RA Kartini agar para wanita mendapat hak-hak kebudayaan dan kemanusiannya –terutama pendidikan dan peran sosial yang layak—mulai direplikasikan di Muslimat NU dengan pembentukan madrasah yang menerima murid perempuan dengan pembelajaran kelas yang sama dengan murid pria. Lahir Madrasatul Banaat di Malang, Surabaya, dan Solo. Di Padang Panjang muncul organisasi Persatuan Murid-Murid Diniyah School (PMDS) yang anggotanya di kemudian hari banyak menjadi aktifis gerakan politik sebelum kemerdekaan.
Maka pada titik inilah RA Kartini menjadi ilham dan inspirator kebangkitan perempuan mulai Sabang sampai Merauke. Walau mungkin kegagahan dan kedigdayaan RA Kartini tidak seperti para pendekar wanita seperti yang ada di berbagai cerita, namun keberadaannya –lebih tepat buah pikiran dan harapannya yang tertulis dan terbaca oleh generasi berikutnya—menjadi pemantik api semangat juang bagi tiap orang, terutama para perempuan. Bahkan mungkin justru di situlah letak “kekeramatan” RA Kartini sebagai tokoh bangsa. Allah ﷻ menggerakkan akal-budi dan tangan beliau untuk menuliskan apa-apa yang dirasakan dan dipikirkannya, lalu disampaikannya pada orang di luar lingkar domain kehidupan sosio-kulturalnya. Meskipun tulisan itu ditujukan pada orang yang secara kultural berbeda, tapi kemudian justru di kemudian hari tiap aksara yang termaktub di risalah itu membawa perubahan besar-besaran pada alam pikiran para generasi berikutnya.
Lebih menarik lagi, ternyata ada hipotesis sejarah yang menyatakan bahwa RA Kartini “berkontribusi” dalam penyusunan Tafsir Faidl al-Rahman fi Tarjamati Tafsir al-Kalam al-Maliki al-Dayyan karya Mbah Sholeh Darat Semarang terutama pada bagian jilid 1 berisi tafsir surat al-Fatihah dan al-Baqarah setebal 503 halaman. Surat RA Kartini pada Stella EH Zeehandelaar tertanggal 6 November 1899 menggambarkan betapa RA Kartini sangat tidak puas dengan pembelajaran agama yang diterimanya, terutama dengan ketidakmampuan dirinya memahami makna dari apa yang dibacanya dari al-Quran. Kritik dan harapan RA Kartini inilah yang “dihipotesiskan” oleh para sejarawan sebagai sesuatu yang berkaitan erat dengan keputusan Mbah Sholeh Darat Semarang menyusun tafsir –yang ditahbihkan sebagai kitab tafsir pertama—dalam bahasa Jawa itu. Tentu dengan penyusunan itu, akan memudahkan murid seperti RA Kartini mempelajari al-Quran dan kandungannya. Kitab tafsir yang disusun selama sebelas bulan ini dicetak kali pertama oleh penerbit NV Haji Amin Singapura tahun 1898 M. Syahdan pada versi asli manuskrip tafsir tersebut, tergambar lukisan yang dirujukkan pada RA Kartini.
Walhasil. Pertama, betapa RA Kartini oleh Nyai Aisyah Dahlan dinyatakan menjadi inspirasi pemikiran dan gerakan Muslimat NU di era awal berdiri dan perkembangannya dengan pendirian madrasah dan perluasan peran aktifis Muslimat NU di bidang dakwah, pendidikan, sosial, dan politik. Kedua, betapa RA Kartini terbukti telah menempatkan diri sebagai alasan lahirnya tradisi baru dalam khazanah Islam Nusantara, yaitu terbitnya tafsir al-Quran dalam bahasa Jawa yang pertama. Ketiga, betapa RA Kartini kendati berada dalam pingitan dan dominasi kultur patriarkhi, namun ia mampu membebaskan hati dan pikirannya melalui tulisan sehingga suara hati serta gagasannya termonumentasi, bisa dibaca, dan menjadi inspirasi generasi berikutnya. Walau dalam korespondinya ia terkesan protes, tidak terima, dan memberontak, tapi ia tidak diam dan berpangku tangan. Ia masih punya hati, akal, badan, dan kemauan untuk melampiaskan gejolak batinnya itu dalam ekspresi yang bermanfaat, yaitu terus membaca dan menulis. Maka di masa mendatang kita sangat mendukung dan berharap organisasi seperti IPPNU, Fatayat NU, Muslimat NU, Wathonah, dan organisasi perempuan lainnya akan melahirkan Kartini-Kartini baru dengan talenta dan kiprah literasi yang tak kalah dari Kartini di masa lalu.
Akhiron. Ijinkan tulisan ini mengutip dawuh RA Kartini yang termaktub dalam buku berjudul Satu Abad Kartini 1879-1979. Di halaman 33 tertera kutipan tulisan RA Kartini tertanggal 15 Agustus 1902, kalimatnya: “Nyuwun sekar melati hingkang mekar hing punjering ati” [beri aku bunga melati yang mekar di lubuk hati]. Lalu di halaman 59 tertera kutipan tulisan RA Kartini tertanggal 15 Agustus 1902, kalimatnya: “Door nacht tot licht. Door storm tot rust. Door strijd tot eer. Door leed tot lust” [Tempuh malam hingga petang. Tempuh badai hingga reda. Tempuh perang hingga menang. Tempuh duka hingga suka].
Khusushon kagem Allahu yarhamuha RA Kartini, al-Fatihah. Wallahu a’lam bishshawab.
A’wan MWC NU Buduran | Tukang Sapu Langgar
Mahabbah gak kenal wayah
perjuangan wanita Indonesia RA.KARTINI sebagai penyemangat kita
Utk beliau, al-Fatihah
LUAR BIASA, mudah-mudahan bermanfaat, amiiin
Aamiin.
subhanallah, luar biasa
spirit RA. Kartini semoga menjadikan kita lebih semangat.
Ammin. Matur nuwun poro Bapak/Ibu guru.
Alhamdulillah memberikan manfaat
Aamiin.