ISHARI NU: SENI BERSHOLAWAT KHAS NAHDLIYYIN

 

Oleh: Ir. H. Muhammad Alwi, MM (Ketua 2 Tanfidziyah PRNU Sidokepung)

Sejarah Singkat ISHARI

ISHARI NU mula-mula bernama Jamiyah Hadrah, sebuah kumpulan kegiatan hadrah yang berfungsi untuk mengiringi shalawat Nabi Muhammad SAW. Kali pertama, kelompok kesenian hadrah ini didirikan oleh K.H Abdurrahim beserta beberapa ulama lain dari Pasuruan pada sekitar tahun 1918. Pada tahun 1959 K.H. Wahab Hasbullah mewadahinya dalam wadah bernama ISHARI (Ikatan Seni Hadrah Republik Indonesia), yang kemudian diteruskan organisasi ini dipimpin oleh putera KH. Abdurrahim, yaitu K.H Muhammad bin Abdurrahim.

Penggunaan kata republik dalam ISHARI dimaksudkan untuk membentengi agar jamiyah ISHARI tidak disusupi gerakan kaum komunis. Namun penggunaan kata republik dalam ISHARI sudah dihapuskan pada munas pertama ISHARI di Pondok Pesantren Sunan Drajat, Paciran, Lamongan, Jawa timur pada tahun 1959. Setelah Muktamar NU ke-33 di Jombang, organisasi ini bernama ISHARI NU dan menjadi Badan Otonom di tubuh organisasi NU.

Filosofi Amaliyah ISHARI NU

Amaliyah ISHARI NU adalah salah satu warisan budaya yang muncul di Jawa Timur. Sholawat ISHARI NU merupakan salah satu aliran sholawat yang cukup tua, jauh lebih tua dibanding aliran Banjari. ISHARI NU terkenal sangat murni dalam jenis alirannya sebagai sebuah seni sholawat, tandanya dapat dilihat dari penggunaan rebana khas seni ini. Cukup sulit menemukan ISHARI NU dalam acara-acara festival lomba, kecuali di acara-acara haul ulama’ dan peringatan-peringatan sejenis. Karena memang sudah dhawuh ISHARI dudu tanggapan” (ISHARI bukan untuk kegiatan yang dikomersilkan). Salah satu ajarannya adalah agar setiap amaliyah yang baik itu diperindah namun tetap dikembalikan penilaiannya kepada Alloh SWT, bukan kepada penilaian manusia.

ISHARI NU sebagai sebuah ekspresi kebudayaan yang secara lahir tampak aspek seninya tetap dikembalikan sebagai fungsi utamanya, yaitu sebagai bagian dari cara dakwah para waliyullah. Terlihat antara aspek ibadah tetap lebih diutamakan ketimbang aspek seninya. Keyakinan itu pula yang hingga kini di pegang erat mayoritas Jama’ah sampai sekarang. Karena itu setiap pukulan, jawaban lagu dan gerakan dalam ISHARI NU memiliki makna filosofis yang mendalam.

Berikut tatacara kegiatan hadhroh yang diajarkan oleh Almaghfurlah Syekh Abdurrokhim Pasuruan kepada Jama’ah ISHARI NU:

BACAAN KHAS

Semula hanya bacaan Sholawat yang bersumber dari kitab Diwan hadroh, oleh beliau dipadukan dengan pembacaan Kitab Maulid Syaroful Anam dan ditambah bacaan Sholawat berbentuk Syair yang berfungsi menjadi semacam jawaban atas pembacaan kumpulan Bait-bait Syair Kitab Maulid Syaroful Anam oleh Guru Hadi (kumpulan bait bait tersebut dalam Hadroh dikenal dengan sebutan Mukhud).

Ada 13 Mukhud dalam Hadroh selain Mukhud Ibtida’ (Pembuka) dan Takhtim (Penutup), dan nama Mukhud biasanya diambil dari Lafadz Bacaan yang Awwal pada kumpulan bait dalam kitab Maulid Syaroful Anam seperti Mukhud Bi syahri, Tanaqqol ta, Wulidal habib, dan seterusnya.

Lantunan lagu pembacaan amalan sholawat bernotasi dan berintonasi khusus

REBANA

Rebana yang digunakan adalah berdiameter 30 cm dengan tambahan 2 pasang kencreng dan minimal dilakukan oleh 3 orang, sedangkan posisi tempat pemukul adalah 3 Orang disamping kanan dan 3 Orang lagi (kalau ada) sebelah kiri Guru Hadi berhadapan dengan jamaah Roddat. Dikandung maksud jumlah minimal pemukul 3 orang adalah simbol dari Tiga pokok ajaran Agama yaitu Iman, Islam, dan Ikhsan atau 3 pokok Ilmu dalam agama Islam yaitu Ilmu Tauhid, Ilmu Fiqih, dan Ilmu Tasawwuf .

Ada beberapa ragam istilah nama dalam irama pukulan hadlroh yaitu :

  1. Pukulan Irama Juz dan atau Rojaz.

Juz diambil dari bahasa Arab Juz’un yang artinya adalah Tubuh, dzat, dikandung maksud arti dari pukulan irama Juz dalam Hadroh adalah simbul dari Dzikir kepada Dzat yang Maha Esa (Alloh SWT) atau mengingat diri pribadi Rosululloh Muhammad SAW yang sempurna secara Kholqon wa Khuluqon, hal ini sesuai dengan notasi irama pukulan Juz yang berbunyi (tak dik -tak), dan irama tersebut sangat selaras dengan Notasi lafadz HU AL- LLOH atau lafadz MU HAM – MAD. Sedangkan kata Rojaz adalah kata yang diambil dari nama aturan pembuatan syair dalam bahasa arab (Ilmu bahar) bahwa syair dalam Hadroh banyak menggunakan bahar Rojaz.

  1. Pukulan Irama Yahum/Robby.

Yahum diambil dari lafadz Ya Yuwa kalangan sufi membunyikannya dengan Ya Hu atau Ya Hum yang memiliki arti harfiyah “Wahai Dialah (Tuhan Ku,/ Nabiku)” dikandung maksud, Irama pukulan yahum dalam Hadroh adalah simbul dari Dzikir dua kalimah tauhid yaitu kalimah LAILAHA ILLALLOH dan kalimah MUHAMMADUR ROSULULLOH, memang apabila disimak dengan benar maka notasi irama pukulan Yahum akan serasi dengan notasi kalimah LA-ILAHA-ILLALLOH-ROSULULLOH. Dalam irama yahum ada tiga notasi irama yang dipadukan yaitu :

Krotokan terdiri dari lima hentakan (taktak – taktak – dik) yang bermakna pengamalan Rukun Islam.

Penyela (selat-an) terdiri dari empat hentakan (tak-tak-tak-dik) yang bermakna sumber hukum dasar pengamalan Agama islam yaitu Al Qur’an, Al Hadits, Al Ijma’ dan Al Qiyash.

Pengonteng (lanangan) terdiri dari tiga hentakan (tak dik tak) yang bermakna pokok ajaran dalam Islam Yaitu Tauhid, Fiqih dan Tasawwuf.

Dan ketika tiga notasi irama pukulan tersebut dipadukan maka akan terlahir irama notasi kalimah LAILAHA ILLALLLOH atau notasi kalimah MUHAMMADUR ROSULULLOH.

Dua jenis pukulan diatas (Juz dan Yahum) yang banyak di gunakan dalam kegiatan Hadroh, sementara tiga yang lainnya hanya sesekali itupun hanya dalam mukhud-mukhud tertentu seperti Mahallul Qiyam,Tahtim, dan sebagian mukhud yang lain, adapun kata Robby tidak lazim disebut dalam Ishari namun demikian berarti lafadz Robby bermakna “Tuhanku” dikandung maksud irama pukulan ini bertujuan untuk mengingat Alloh SWT dzat pemelihara kita,

  1. Pukulan Irama Tereem.

Penyebutan kata Terem artinya mengingatkan kepada jamaah bahwa Hadroh ini berasal dari kota Tareem Negara Yaman.

  1. Pukulan Irama Inat.

Inat adalah juga nama sebuah kota di Negara Yaman bagian selatan.

  1. Pukulan Irama Hijaz.

Demikian pula kata Hijaz artinya, adalah nama negara hijaz yang berarti adalah kota Makkah, Madinah, Taif dan lain lainnya sebelum berganti nama menjadi Negara Saudi Arabiyah.

RODDAT dan makna filosofis yang terkandung didalamnya.

Roddat diambil dari bahasa arab kata kerja Rodda – yaruddu – roddan bermakna mengembalikan, membalas, menolak. Artinya bahwa orang yang melaksanakan roddat dalam hadroh adalah orang yang membalas secara bersama sama atas lantunan Syair Solawat yang dilantunkan oleh Guru Hadi.

Roddat menurut istilah dalam Hadroh adalah Orang yang membalas secara bersama sama atas lantunan Syair Solawat  lalu melakukan gerakan tarian khusus (Roqs) sesekali melakukan keplok tangan (Tashfiq), dan bersuara sulukh dalam istilah kaum Sufi atau (Sambat dalam bahasa jawa) atau (Nida’ dalam bahasa Arab). Tatacara semacam ini lazim dilakuan dikalangan sufi seperti Tarian Sima dalam Thoriqoh Maulawiyah Oleh Syeh Jalaluddin Rumy di Turki, Tarian Samman dalam Thoriqoh Sammaniyah oleh Syeh Al Qutb Muhammad Bin Abdul Karim As Sammani dll.

Dikandung maksud yang pertama, bahwa “seluruh makhluq yang ada diantara langit dan bumi bertasbih mengagungkan dan menyucikan Alloh SWT “ dan semua makhluq tersebut bergerak, sehingga tarian roddat dimaksudkan melatih seluruh tubuh manusia untuk bergerak bertasbih dan berdzikir kepada Alloh SWT. Kedua bahwa para Malaikat di Sidrotul muntaha bertawaf berputar mengelilingi Arsy karna bahagia dan gembira atas kelahiran Nabi Muhammad SAW. sehingga tarian roddat dimaksudkan melahirkan rasa gembira atas kelahiran dan kehadiran Nabi Muhammad karna hal itu merupakan Anugrah terbesar yang dikaruniakan Alloh SWT kepada Ummat Manusia.

Dalam Gerakan Roddat ada Dua Macam yaitu :

Roddad hanya dengan badan dengan mengikutsertakan anggukan kepala yang diserasikan dengan Notasi irama rebana.

Roddad badan dengan Tarian tangan seakan-akan menulis lafadz Muhammad.

KEPLOK TANGAN (Tashfiq).

Dimaksudkan melahirkan rasa bahagia atas kehadliran Rosululloh SAW yang diyakini beliau hadir pada saat sejarah maulidNya dibacakan.

Sementara SUARA KECIL (sulukh dalam istilah kaum Sufi) atau (Sambat dalam bahasa jawa) atau (Nida’ dalam bahasa Arab) dimaksud kan untuk bermunajat dan mengadu kepada Alloh SWT dan memohon Syafaat dari Rosululloh SAW.

KULTURALISASI ISHARI

Membumikan sholawat merupakan semboyan menarik sebagai simbol cinta Rasulullah pada era milenial. Fenomena ini sebenarnya sudah sangat tidak asing bagi kita. Khususnya para pecinta musik religi yang sudah sekian lama menggandrunginya. Seperti pada umumnya musik, sholawat juga mempunyai alirannya masing-masing begitu pula dengan karakteristik yang berbeda di setiap pembawaan musik ataupun liriknya. Contohnya hadrah, banjari, dan habsyi.

ISHARI NU pada awal pendiriannya bernama Jam’iyyah Hadrah yaitu sebuah kumpulan yang berkegiatan kesenian rebana dengan diiringi bacaan Sejarah Kelahiran dan Perjuangan Nabi Besar Muhammad SAW (Perpaduan Antara Kitab Maulid Syaroful Anam dan Kitab Diwan Al Hadroh) dengan paduan gerakan dan bunyian keplok tangan yang teratur dan indah sehingga terpadu antara bunyi rebana. Suara merdu dari pembawa syair sahutan jawaban bacaan sholawat dari para peserta serta gerakan-gerakan yang menandakan rasa syukur atas kelahiran Nabi Muhammad SAW.

 

Referensi:

1] al-‘Iqdud Duror;

2] al-Ni’matul Kubro Alal ‘Alamiin;

3] Diwanu Hadro;

4] Diwanu Hadro Li Jam’iyati Jama’ah al-Ishari;

5] Roudlatul Jannah;