PAGERWOJO. Sabtu malam Ahad (27/5) Pengurus Anak Cabang (PAC) Ikatan Seni Hadrah (ISHARI) NU mengadakan Gladen Kubro yang bertempat di masjid Al-Iksan RT 22 RW 5 Pagerwojo. Gladen Kubro itu merupakan program rutin dari PAC ISHARI NU Buduran yang dilakukan tiap 2 bulan sekali dan bertempat di tiap ranting secara bergiliran. Gladen Kubro kali ini merupakan gladen pertama setelah purna bulan Ramadlan 1444 H.
Tampak hadir pada kegiatan tersebut ratusan Ishariyyin dari berbagai ranting yang berada di lingkungan Buduran. Bahkan ada beberapa jamaah yang merupakan anggota dari luar Buduran yang ikut menyemarakkan gladen kubro tersebut. Di samping sebagai ibadah yang berdasarkan seni ‘arudl, rebana, dan gerakan, sehingga menjadikan amaliyah khas warga NU ini menjadi sangat semarak, gladen kubro ISHARI NU yang terlaksana juga menjadi ajang silaturrahim antara nahdliyyin wal ishariyyin dari berbagai ranting setelah beberapa waktu tidak bertemu. Terlihat pula warga sekitar ikut berpartisipasi dalam melayani jamaah yang berdatangan dari berbagai ranting. Terutama saudara-saudara sesame nahdliyyin dari Ansor dan Banser yang sudah berjaga di ujung depan jalan menuju lokasi gladen.
Sesuai namanya, tujuan utama dari gladen kubro ini adalah untuk melakukan penguatan pemahaman dan keahlian tentang amaliyah ISHARI NU bagi para ishariyyin di lingkungan Buduran. Seperti kaprah diketahui bahwa dalam satu sesi penampilan, ISHARI NU dilaksanakan oleh seorang pimpinan yang biasa disebut Hadi, satu set regu pemukul rebana khas ISHARI NU, dan jamaah yang melakukan rodat serta drek. Maka gladen kubro seperti yang digagas dan dikawal oleh PAC ISHARI NU Buduran dengan pengurus ranting di tiap wilayah, menjadi ajang saling berbagai pengetahuan, keahlian, dan pengalaman tentang pengamalan ISHARI antar ishariyyin. Baik Hadi, pemukul rebana, dan jamaah rodat serta drek, oleh PAC ISHARI NU Buduran diatur sedemikian rupa sehingga tiap jamaah ranting yang hadir semuanya kebagian melakukan penampilan. Bahkan ada yang sampai tampil beberapa kali baik sebagai jamaah rodat plus drek, dan pemukul rebana. Dan sebagaimana akrabnya hubungan sosial di antara ishariyyin, tampak kehangatan obrolan dan gurauan di antara mereka di sela-sela pelaksanaan tiap penampilan.
Pada gladen kubro saat itu sesi penampilan dimulai dengan muhud Ibtida’, dilanjutkan Bi Syahri, Tanaqqol, Wulidal Habib, Sholla ‘Alaika, Badat Lana, dan diakhiri dengan muhud Mahallul Qiyam, serta doa. Semua muhud itu dibacakan dari kitab mauled Syaroful Anam karya Syaikh Syihabuddin Ahmad bin Ali bin Qasim Al-Hariri Al-Bukhari Al-Mursi Al-Maliki. Di sela-sela penampilan para jamaah ishariyyin, tampak anak-anak dari berbagai ranting sangat riang mengikuti amaliyah tersebut. Tidak dapat ditemukan kegelisahan di wajah-wajah mereka, yang tampak hanya kegembiraan mengikuti gladen kubro tersebut sampai mera pulang bersama rombongannya.
Gus Iponk, salah satu penggerak ISHARI NU dari Siwalanpaji dawuh bila sengaja hadir awal bersama anak-anak dari desanya dengan tujuan agar bisa lebih serius dan banyak belajar tentang amaliyah ISHARI NU tersebut. Bahkan, beliaunya sampai memangku dua anak yang tertidur saat rekan sesama rantingnya bertugas menjadi pemukul terbang. “Datang awal agar bisa lebih banyak belajar Wak”, begitu kata beliaunya yang saat gladen kubro kali itu menjadi jamaah rodat dan drek di sesi Ibtida’ serta Bi Syahri. Mahabbah gak kenal wayah.(c)
A’wan MWC NU Buduran | Tukang Sapu Langgar
Mahabbah gak kenal wayah