KEUTAMAAN PUASA DI BULAN RAMADHAN DAN SYAWAL

KEUTAMAAN PUASA RAMADHAN

DISUSULI DENGAN PUASA SYAWAL

 

Nabi Muhammad SAW. bersabda kepada Sayidina Ali bin Abi Thalib karramallahu wajhah: “wahai Ali, barang siapa berpuasa Ramadhan kemudian disusuli dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka dicatat baginya puasa satu tahun penuh.

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ وَأَبِيْ أَيُّوْبَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهٗ قَالَ: مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهٗ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ كُلِّهٖ.

Artinya:

Dari Abi Hurairah dan Abi Ayub dari Nabi Muhammad SAW. sesungguhnya Beliau bersabda: barang siapa berpuasa bulan Ramadhan kemudian disusul dengan puasa enam hari di bulan Syawal seperti puasa satu tahun penuh.

Yang demikian ini dengan asumsi satu kebaikan dilipatgandakan sepuluh kali lipat, Allah SWT. berfirman:

مَنْ جَآءَ بِالْحَسَنَةِ فَـلَهٗ عَشْــرُ أَمْثَالِـــــــهَا (سورة الانعام : ١٦٠)

Artinya:

Barang siapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya (QS. Al-An’am : 160)

Dalam satu tahun, ada tiga ratus enam puluh hari. Puasa satu bulan dilipatkan sepuluh kali lipat, sama dengan berpuasa tiga ratus hari. Sedangkan enam hari di bulan Syawal dilipatkan sepuluh kali lipat, sama dengan berpuasa enam puluh hari. Berarti puasa Ramadhan dan Syawal dilipatkan menjadi tiga ratus enam puluh, sama dengan jumlah hari dalam satu tahun. Inilah yang dimaksud oleh makna hadis Nabi tersebut di atas.

Hikayat yang berkaitan:

Ketika Syekh Sufyan Al-Tsauri tinggal di Makkah selama tiga tahun, Syekh bertemu dengan seorang laki-laki dari warga setempat. Setiap waktu dluhur ia selalu datang di Baitullah al-Haram untuk melaksanakan tawaf dan shalat. Setelah selesai, ia memberikan salam kepada Syekh untuk kemudian pulang.

Seiring berjalannya waktu, Syekh semakin menaruh simpati padanya. Pada suatu hari, orang tersebut sakit lalu mengundang Syekh ke rumahnya. Syekh pun memenuhi undangannya. Ia berwasiat kepada Syekh, “Kiai, nanti kalau saya meninggal dunia mohon kepada Kiai sendiri agar berkenan memandikan saya, menshalati, menguburkan, serta berjaga di kuburan saya pada malam hari dan tidak meninggalkan saya sendirian. Agar jika Malaikat Munkar dan Nakir datang untuk menanyai saya, Kiai dapat mengajari saya Tauhid,” Syekh pun menyanggupi wasiat laki-laki tersebut. Tak lama kemudian, ajal menjemputnya.

Syekh memenuhi wasiat sahabatnya tersebut, bahkan hingga bermalam di kuburan untuk menjaganya. Ketika Syekh berjaga di kuburan, Syekh tertidur sebentar. Dalam mimpinya, terdengar suara memanggil beliau, “Kiai, laki-laki yang meminta Anda untuk bermalam di kuburnya itu tidak butuh pada penjagaan dan pengajaran Anda.” Lalu Syekh bertanya, “Mengapa?” Dijawab, “Karena orang ini biasa berpuasa bulan Ramadhan dan disusul dengan puasa enam hari di bulan Syawal.” Syekh Sufyan Al-Tsauri kemudian terjaga dari tidur singkatnya, lalu mengambil air wudlu dan shalat. Kemudian Syekh tertidur lagi sebentar dan bermimpi sebagaimana mimpi pertamanya tadi, berulang sampai tiga kali.

Lalu Syekh Sufyan Al-Tsauri mengerti bahwa mimpi ini dari Allah SWT, bukan dari setan. Kemudian Syekh Sufyan Al-Tsauri pergi meninggalkan kuburan itu sambil berdoa:

أَللّٰـهُمَّ وَفِّقْـنِيْ لِصـــيَامِ رَمَــــضَانَ وَاتِّـــبَاعِهٖ سِتًّا مِنْ شَــــوَّالٍ

Artinya:

“Ya Allah, berilah kami pertolongan dapat puasa bulan Ramadhan dan menyusulinya puasa enam hari di bulan Syawal.”

 

 

Dinukil dari kitab: Bayan al-Mushaffa fi Washiyyat al-Musthafa

Karya: KH. Asrori Wonosari, Tempuran, Magelang

Oleh: Muhammad Mahrus (Ketua MWCNU Buduran)