Buduran, 04/04/2024
Suasana sunyi sejenak menyeruak di relung rumahku. Kulirik tanda waktu di handphone menunjukkan pukul 01.48 WIB. Cahaya-cahaya hanya mengintip malu melalui flash handphone dan lilin putih yang tak begitu panjang. Nyamuk-nyamuk mulai riang gembira bersuara risih berebut menghisap mesra kulitku.
Kupaksa mata ini untuk mencoba menganalisis situasi di kanan kiri kasurku dalam rangka mencari juru pendingin si kipas kayu. Di atas kepala si kipas kayu bersembunyi dariku. Kugapai dengan semangat untuk segera menghasilkan udara dingin dari pegalnya kipasan tanganku.
Angin tak seberapa pantas akhirnya sedikit mengeringkan cucuran keringat manjaku yang keluar bergerilya melalui pori-pori yang teratur.
Sangat terasa begitu tidak sebentarnya situasi yang sedang menyelimuti kanan kiri. Sampai akhirnya keluarlah bunyi dari kejauhan yang menandakan mesin waktu berpihak kepada angka 02.00 WIB.
Begitulah sedikit gubahan yang kering akan makna dari sebuah situasi yang matapun tak mampu menunjuk yang ada. Inilah dinihari di saat lampu “mati” di rumahku. (Ry)
Ketua LAZISNU MWCNU Buduran