BUDURAN. Diklat Jurnalistik dan Literasi Digital yang diselenggarakan kepanitiaan Hari Santri Nasional (HSN) 2023 MWCNU Buduran pada hari Sabtu dan minggu (28-29/10) ini terkesan barbar, namun seru. Selain untuk memberikan pengetahuan dan skill tentang jurnalistik dan literasi digital bagi kader MWCNU Buduran sebagai instrumen dan media penyiaran nilai-nilai keislaman ahlussunah wal jamaah. Diklat ini juga bertujuan melakukan kaderisasi santri dalam dunia literasi agar menjadi generasi yang lebih lateral (melek literasi).
Pelatihan ini diikuti sebanyak 20 peserta dengan beberapa pemateri yang dikoordinir oleh Pak Taseman. Ada materi mengenai cara penulisan suatu berita yang tepat akurat dan sesuai fakta, serta jenis-jenis berita dan ciri-cirinya. Sedangkan Pak Taseman sendiri menjelaskan tentang banyak hal, di antaranya adalah tentang karakteristik seorang jurnalis yang berpegang teguh independensi dan mempunyai integritas. Hadir dari awal Tim MWCNU, yaitu Gus A. Hasan Fahmi, Abah Agus Salim, Ustadz Rojali Anas, dan Ustadz Achmad Zaini yang tak segan dan rikuh “melayani” peserta diklat.
Acara ini memiliki beberapa sesi. Pada awal hari kedua adalah pembukaan dengan pembacaan tawassul oleh pemandu acara, dan seperti diketahui bahwa tawassulan ini merupakan ciri khas dari NU. Kemudian dilanjutkan dengan sesi pemaparan materi oleh pemateri dan Pak Taseman. Pada pemaparan materi yang narasumber sampaikan sangat singkat, padat, dan jelas sehingga mudah dipahami oleh peserta pelatihan jurnalistik. Tak jarang pemateri bergurau bersama para peserta, mungkin tujuannya agar peserta tidak merasa bosan dan mengantuk. Bahkan, gurauan ini terkesan barbar, tapi anehnya malah membuat suasana dan hubungan antara narasumber dan peserta menjadi lebih akrab.
“Jangan sampai salah menempatkan kata ‘yang’ saat menulis, karena itu membahayakan. Sama saat Anda menempatkan sapaan ‘yang’ pada orang yang salah, itu pasti membahayakan,” ujar pamateri saat mereview tugas dari salah seorang peserta. Kontan seluruh hadirin di ruangan itu tertawa, sedangkan pemilik naskah yang direview langsung bersemu merah wajahnya.
Ada banyak tugas yang diberikan kepada para peserta. Salah satunya adalah membuat berita tentang NU di tempat masing masing peserta, tapi waktu pengerjaannya hanya sepanjang masa pemateri menghabiskan sebatang rokok. Tentu ini membuat peserta berjibaku dengan tugas tersebut. Setelah waktu penugasan berakhir dan tugas dipaksa selesai, hasil tugas itu direview dengan cara dialogis dan tidak kalah “barbar”-nya. Anehnya, peserta malah makin semangat dan forum menjadi tambah dialogis.
Di akhir pelatihan di hari kedua itu, semua peserta pelatihan jurnalistik dipersilahkan menyampaikan kesan, pesan, kritik, saran, atau komentar tentang acara ini. Salah satu peserta M. Ramzy Aditya berkomentar untuk pemateri yang melakukan trik barbar tapi menimbulkan keseruan tersebut. Ia juga berkomentar pada Pak Taseman.
“Pelatihan yang barbar, tapi membuat saya tidak mengantuk. Sebaliknya, membuat saya bersemangat bisa fokus dan faham betul apa yang disampaikan. Dan untuk Pak Taseman, beliau kharismatik, lemah lembut, penjelasan beliau mengalir seperti air, dan memberikan banyak motivasi untuk lebih bersemangat belajar jurnalistik dan dimanfaatkan sebagai jalur mensyiarkan nilai nilai agama Islam.” Begitulah penuturan Aditya di akhir acara.
Di sesi penutupan, Ustadz Achmad Zaini menyampaikan bahwa kegiatan ini menjadi sangat penting untuk pengembangan kapasitas aktifis NU, terutama dalam hal literasi dan jurnalistik. “Kita yakin bahwa Panjenengan semua adalah orang-orang pilihan dengan tugas pilihan untuk menyuarakan NU pada dunia,” ujarnya dengan tutur kata santun dan gesture berwibawa.
HSN 2023. Jihad Santri, Jayakan Negeri.(KM-Aditya)
A’wan MWC NU Buduran | Tukang Sapu Langgar
Mahabbah gak kenal wayah
Alhamdulillah Ruar biasa