SEMARAK SHOLAWAT BIL ISHARI DALAM RANGKA KHAUL PONDOK Al-HAMDANIYAH SIWALANPANJI

SIWALANPANJI. Bertempat di masjid komplek pesantren Al-Hamdaniyah Siwalanpanji, pada Sabtu (17/9/23) malam dilaksanakan pembacaan sholawat bil-ishari oleh jamaah ishariyyin se-Buduran. Pembacaan sholawat bil-ishari ini merupakan bagian dari khaul ke-9 dari KH. Abdurrahim Rifa’i, KH. Abdullah Faqih Hasyim, KH. Ahmad Rifa’i, Nyai Hj. Chudriyah, beserta para masyayikh pesantren dan desa Siwalanpanji. Tampak para pengasuh pesantren Al-Hamdaniyah ikut nyaosi para ishariyyin yang hadir, di antaranya Gus Hasyim, Gus Dhofir, Gus Abdulloh, Gus Ipung, dan Gus Mu’iz beserta keluarga ndalem lainnya. Sedangkan acara itu sendiri dihadiri ratusan jamaah dari seluruh ranting ISHARI NU se-kecamatan Buduran.

Setelah beberapa sambutan di pembukaan awal, kali pertama dibacakan muhuth Ibtida’ yang dipimpin oleh Gus Ipung dengan pemukul rebana sebelah kanan dari ranting Dukuh tengah, pemukul terbang sebelah kiri dari ranting Siwalanpanji, sedangkan rodat keseluruhan jamaah dari Siwalanpaji. Formasi pembacaan muhuth ini tetap sebagaimana pembacaan muhuth berikutnya yaitu bi-Syahri, kecuali pimpinannya diganti dengan petugas lain. Tampak santri-santri pesantren Al-Hamdaniyah memenuhi ruang utama masjid pondok dan kompak lagi serempak melakukan berbagai variasi gerakan rodat dan juga drek.

Muhuth selanjutnya adalah tanaqqol yang dipimpin oleh Abah Ali dari Sidokepung dengan formasi pemukul rebana sebelah kanan dari Banjarkemantren, pemukul rebana sebelah kiri dari Sidokepung dan rodat dari ranting Dukuh Tengah. Dilanjutkan dengan muhuth wulidal habib dengan formasi tetap, hanya pimpinan diganti oleh ustadz Suyanto. Selanjutnya muhuth Solla ‘Alaika dilanjutkan dengan Badat Lana dan diakhiri dengan Mahallul Qiyam.

Pada muhuth Mahallul Qiyam yang dipimpin oleh Gus Mu’iz ini, seluruh jamaah ishariyyin yang hadir menjadi rodat, sedang pemukul rebana sayap kanan dari Dukuh Tengah dan sayap kiri dari Siwalanpanji. Menariknya, pemukul rebana sayap kiri merupakan santri Siwalanpanji yang usianya masih anak-anak. Walaupun begitu, kualitas pukulannya tak kalah dengan para pemukul yang sudah dewasa. Berakhirnya muhuth Mahallul Qiyam ini dirangkai dengan dengan pembacaan doa.

Ustadz Ya Arif yang hadir langsung mengomandani pelaksanaan sholawat bil-ishari menyampaikan rasa syukurnya atas pelaksanaan kegiatan malam hari itu. “Alhamdulillah, ISHARI NU kembali semarak di pesantren. Moga ke depan makin semarak lagi”, ujarnya. Hal senada juga disampaikan Gus Abdulloh saat nyaosi para tamu ramah-tamah di serambi ndalem. “ISHARI NU ini menjadi upaya sangat efektif menjaga tradisi NU sekaligus melawan faham-faham yang bertentangan dengan ahlussunnah wal jamaah”, dawuhnya.

Ternyata setelah pembacaan doa, masih ada “partai tambahan” yaitu pembacaan muhuth Habibun yang dipimpin oleh ishariyyin cilik santri pondok Siwalanpanji dengan pemukul rebana dan rodat dari pesantren yang sama. Kurang lebih 45 menit pembacaan muhuth ini dengan variasi perbedaan gaya drek dan rodat, walaupun merupakan jamaah dari ranting yang sama. Tampak jamaah ishariyyin seakan-akan tak kenal lelah mengikuti pembacaan muhuth Habibun ini, bahkan beberapa jamaah yang akan undur diri, malah kembali mengikuti pembacaan “partai tambahan” tersebut.

Tidak dapat dipungkiri bahwa pembacaan sholawat bil-ishari di pesantren Al-Hamdaniyah malam itu sangat semarak sekaligus khidmat, seolah para jamaah ingin bisa kembali memasuki ruang di masa lalu serta mengiringi khidmatnya Hadrotusyaikh KH. Hasyim Asy’ari, KH. As’ad Syamsul Arifin, KH. Abdul Karim, KH. Wahid Hasyim, KH. Abdul Hamid, Mbah Ali Mas’ud, Mbah Jaelani, dan ulama di masa itu dalam menempuh masa nyantrinya di pesantren sepuh ini. Alunan syahdunya bacaan sholawat ishari juga makin nikmat terdengar dari Pondok Panggung tepat di utara masjid. Sebagaimana kita semua tahu bahwa di situlah dulu Hadrotusyaikh KH. Hasyim Asy’ari dan beberapa ulama lain bermukim saat nyantri di pesantren ini.(c)