Oleh: Chabib Musthofa*
Beberapa saat ke depan kita akan meninggalkan tahun 1444 dan memasuki tahun 1445 menurut kalender Hijriyah yang mendasarkan perhitungannya pada edaran bulan seperti yang biasa dikenal dengan penanggalan qomariyah. Banyak momentum dan fenomena yang mewarnai peralihan mangsa tahun hijriyah ini, baik di kalangan internal jam’iyah Nahdlatul Ulama ataupun di kalangan eksternal. Puncak peringatan Satu Abad NU yang sukses terselenggara di Sidoarjo pada Selasa (7/2/2023) yang disusul dengan dengan gebrakan PBNU untuk melakukan validasi dan verifikasi pengurus Majelis Wakil Cabang (MWC) dan Ranting NU se-Indonesia, merupakan dua bentuk even internal yang berbeda corak.
Bila yang pertama lebih merupakan perhelatan dalam skala nasional –bahkan internasional—sebagai implementasi tasyakkur wa tadzakkur NU menyongsong abad kedua organisasinya yang tentu memiliki tantangan dan peluang berbeda dengan abad sebelumnya. Maka yang kedua merupakan “gawe rumah tangga” yang lebih merupakan upaya penataan kelembagaan, administratif, dan manajerial di tubuh NU. Keduanya tentu sangat penting sebagai bagian dari upaya penguatan organisasi, walau dalam bentuk yang berbeda.
Kebijakan validasi dan verifikasi PBNU pada MWCNU dan Ranting sebagai mandat Muktamar NU ke-34 di Lampung tentu membawa implikasi pada jenjang organisasi dari Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU), Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU), MWCNU, dan Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama (PRNU), termasuk MWCNU Buduran. Maka pertanyaannya, apa yang harus dilakukan oleh MWCNU Buduran untuk menghadapi “akreditasi internal” yang disebut validasi dan verifikasi yang sedianya harus diselesaikan pada akhir tahun 2023 M atau pertengahan 1445 H ini?
Tinggalkan Polemik Faksi, Perkuat Administrasi
Seperti telah diketahui bahwa Kepengurusan MWCNU Buduran masa bakti 2023-2028 secara resmi dilantik pada Sabtu (20/3/2023) yang dikemas dengan pengajian umum dan dirawuhi Rois Syuriyah PBNU KH. Miftachul Akhyar. Pelantikan ini dilanjutkan dengan Musyawarah Kerja 1 yang telah terlaksana pada Ahad (28/5/2023) di Aula Nusantara MWCNU Buduran. Bisa jadi pada masa yang belum genap satu semester ini, di internal kepengurusan MWCNU Buduran masih melakukan konsolidasi internal dari lembaga, ranting dan juga Badan Otonom yang ada di wilayahnya.
Bahkan, mungkin bisa jadi pada masa ini masih terjadi “faksionalisasi” pendapat tentang apa dan bagaimana menjalankan formulasi terbaik pada khidmah di MWCNU Buduran. Namun, dua even berupa pelantikan dan musyker 1 yang telah berjalan dengan sukses tersebut menjadi fakta organisasi bahwa “Pe eR” konsolidasi dan faksionalisasi itu tidak menghambat jalannya organisasi sebagaimana seharusnya. Bahkan, dapat dikatakan bahwa faksionalisasi pendapat itu telah terselesaikan secara formal di Musyker 1.
Artinya, sudah bukan masanya lagi bagi kita –pengurus MWCNU Buduran—untuk membicarakan faksi-faksi pendapat yang mungkin berbeda dalam menetapkan arah pengembangan MWCNU Buduran yang tereplikasi dalam program kerja. Oleh sebab semua itu secara formal sudah diputuskan dalam Musyker 1 yang terbagi dalam lima komisi yang telah disesuaikan dengan bidang garapannya sesuai lembaga yang telah diterbitkan dan terdistribusikan Surat Keputusan kepengurusannya pada momen penutupan Musyker 1. Masa tukar pendapat dan perdebatan argumentasi sudah terjadi, sehingga lahirlah arah dan program kerja. Maka kini waktunya menguatkan rajutan ukhuwah al-nahdliyyah dalam mengimplementasikan program kerja yang telah ditetapkan baik dalam domain ancangan strategis maupun secara praktis.
Pada konteks inilah di antara yang kali pertama perlu dilakukan pembenahan adalah penguatan admisnistrasi di internal MWCNU Buduran. Tantangan validasi dan verifikasi oleh PBNU tidak bisa dijawab hanya dengan cerita masa lalu, pengkhabaran berdasar riwayat –meminjam istilah ilmu hadits–, suguhan-suguhan dialog di WhatsApp Group (WAG), atau pemberitaan yang ada di media sosial tentang kegiatan. Namun harus dijawab dengan kelengkapan dokumen yang benar dan dibutuhkan, serta termanaj dengan baik.
Maka, mulai kini segenap bidang dan lembaga di tubuh MWCNU Buduran melakukan dokumentasi berbagai siklus kegiatan dalam rekaman persuratan yang paling tidak sesuai standar. Administrasi yang sesuai standar adalah administrasi yang menjalankan kaidah keorganisasian, merekam proses dari input sampai output, dan terdokumentasi serta tersimpan dengan baik baik secara manual maupun digital. Nah, pada konteks inilah kesekretarian MWCNU perlu mendistribusi tugas pengelolaan administrasinya pada bidang di bawahnya, atau bahkan pada PRNU yang ada di wilayahnya. Bila distribusi tugas pengelolaan ini pada internal pengurus MWCNU sifatnya adalah pendelegasian sesuai bidang. Sedangkan bila pada PRNU di wilayahnya lebih merupakan pendampingan dan pengkaderan informal dalam bidang administrasi.
Penguatan Khidmah Jama’ah dan Jam’iyah NU
Klausul tema Musyker 1 MWCNU Buduran adalah “Meneguhkan Ideologi Mendigdayakan Kemandirian Organisasi”. Kiranya jelas bahwa arah orientasi MWCNU Buduran beberapa tahun ke depan di samping gerakan ideologisasi Aswaja NU menjadi prioritas utama, orientasi lainnya adalah kedigdayaan organisasi dalam bentuk kemandirian. Pengawalan ideologi Aswaja NU melalui pengkaderan formal-informal di internal NU melalui lembaga dan Banom, juga pelestarian tradisi lokal yang menjadi sublimasi nilai keislaman dan keIndonesiaan.
Prioritas berikutnya adalah kemandirian organisasi. Kiranya ada beberapa indikator kemandirian yang dapat kita infiltrasikan dalam konteks MWCNU Buduran. Pertama, re-definisi makna khidmah pada jam’iyah NU. Khidmah pada organisasi itu memerlukan pembuktian, bukan sekedar klaim dan pengakuan. Artinya, tiap hamba Allah yang tersemat namanya di struktur organisasi MWCNU tidak bisa mengklaim dirinya berkhidmah tanpa bertanggung jawab menjalankan tugas dan fungsi dalam kapasitas posisinya yang dapat direkam dalam proses manajerial keorganisasian. Itu namanya pengakuan tidak berbanding lurus dengan pembuktian. Pembuktian paling dasar adalah ber-ta’awun menjalankan program atau kegiatan yang telah ditetapkan sesuai mekanisme organisasi, sesederhana itu.
Kedua, penguatan rutinitas jama’ah dan rutinitas jam’iyah. Secara kultural, NU sudah memiliki jama’ah yang tersebar melalui berbagai corak dan wadah, ini penting dan harus terus dilestarikan. Namun penting juga menguatkan rutinitas jam’iyah di lingkungan MWCNU Buduran. Misalnya dengan cara menyisipkan pendampingan ke-jam’iyah-an pada saat lailatul ijtima’ yang diadakan PRNU. Teknisnya dengan menyiapkan dan mengisi checklist kelengkapan ke-jam’iyah-an terkait hal-hal yang perlu dibenahi di tubuh jam’iyah NU. Bentuk lain adalah dengan merutinkan konsolidasi internal yang dapat diklaster dalam bidang atau kelembagaan yang sudah ada. Bahkan, momentum sekedar berkumpul sekedar berbagi kopi dan udut tentu menjadi kesempatan yang sangat istimewa bila dilakukan oleh para manusia yang jiwa dan hatinya sadar bahwa dirinya terus berupaya pantas diakui menjadi santri Hadrotus Syaikh Hasyim Asy’ari.
Moga Allah menganugerahkan pertolonganNya pada jam’iyah NU kita, khususnya MWCNU Buduran, dan juga kita semuanya. Aamiin.
*Penulis adalah A’wan MWCNU Buduran dan Ketua ISHARI NU Banjarkemantren
A’wan MWC NU Buduran | Tukang Sapu Langgar
Mahabbah gak kenal wayah