Umat Islam di dunia khususnya di Indonesia setiap tanggal 10 Dzulhijjah senantiasa melakukan ritual napak tilas dari kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail melalui Hari Raya Idul Adha. Diriwayatkan, Allah SWT menguji ketaatan
Nabi Ibrahim dengan memerintahkannya untuk menyembelih putra tercintanya, Ismail. Ketika Nabi Ibrahim hendak menggerakkan pedangnya,
Allah SWT menggantikan tubuh Nabi Ismail dengan seekor domba besar putih bersih dan tidak ada cacatnya. Wa fadainahu bidzib-hin ‘adhim – “Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS Ash-Saffat:107).
Sebagaimana halnya dengan ibadah-ibadah lainnya, kurban sejatinya memiliki dua dimensi, yakni dimensi ritual atau ‘ubudiyah dan dimensi sosial kemasyarakatan atau ijtima’iyah. Ketika aspek ‘ubudiyah dilaksanakan maka orang yang melakukan sembelihan kurban itu akan mendapat pahala yang kelak akan diterima di akhirat. Sedangkan dimensi ijtima’iyah ini, erat
kaitannya secara horizontal yaitu hablun minannas. Dimana kita dianjurkan untuk menjaga hubungan kepada sesama manusia dengan cara menjaga silaturahmi, saling tolong-menolong, mempunyai kepekaan sosial, serta saling menghormati.
Dari dimensi sosial, kurban memberikan pelajaran penting untuk mendorong setiap orang yang berkurban untuk berbagi kepada yang tidak mampu agar mereka merasakan kebahagiaan pada hari Raya Idul Adha. Juga agar kondisi
masyarakat menjadi lebih baik lagi. Mengutip data dari Badan Pusat Statistik (BPS) perkembangan konsumsi daging sapi per kapita masyarakat Indonesia pada tahun 2022 yaitu 2,46 kg per kapita masih dibawah rata-rata dunia sebesar 6,4 kg per kapita. Rendahnya konsumsi protein hewani jelas berpengaruh terhadap kesejahteraan hidup masyarakat, terutama anak-anak yang masih membutuhkan asupan gizi untuk tumbuh kembangnya.
Dengan bonus demografi, perubahan susunan usia produktif, dimana generasi Millenial menempati posisi yang startegis. Generasi Millenial bisa berkontribusi lebih dalam meningkatkan perkembangan konsumsi daging dengan kepedulian berkurban. Apalagi era sekarang kita dimudahkan dalam hal bertransaksi. Dimana biasanya untuk mendapatkan hewan ternak yang ingin disembelih kita harus mendatangi tempat peternakan atau lapak-lapak temporer di pinggir jalan raya, namun kita bisa membeli di market place atau di platform kurban online yang harganya lebih murah dibandingkan dengan yang ada di lapak. Perbandingan harga itu terjadi karena tidak perlu memperhitungkan biaya sewa tempat dan logistik.
Terlebih lagi, dengan memberi, kita peduli terhadap orang lain. Menjadikan wujud nyata dari nilai positif aspek ijtima’iyah. Dengan memberikan daging kurban, terutama kepada kaum miskin, kita berusaha berempati terhadap penderitaan dan kesulitan hidup mereka sehari-hari sehingga dapat mengentaskan mereka dari jurang kemiskinan dan menumbuhkan mereka menjadi berdaya di masa depan.
MD. Djazuli
PR GP Ansor Pagerwojo
PR GP Ansor Pagerwojo