BANJARKEMANTREN. Bertempat di masjid Baiturrohim pada Selasa (6/6) diadakan latihan gabungan ISHARI NU antar ranting yang berada di wilayah Anak Cabang Buduran. Latihan gabungan tersebut diikuti puluhan anggota ISHARI NU ranting Banjarkemantren sebagai tuan rumah, ranting Sidokepung, ranting Sidokerto, dan ranting Siwalanpanji. Kegiatan rutin yang diselenggarakan sekali dalam sepekan itu diisi dengan pembukaan, pembacaan beberapa muhud, dan doa.
Pada sesi pertama setelah tawassulan, muhud Ibtida’ dipimpin oleh Abah Ali dari Sidokepung dengan pemukul terbang sebelah kanan dari Banjarkemantren dan sebelah kiri dari Sidokepung. Muhud berikutnya yaitu Tanaqqol dipimpin oleh Gus Mu’is dari Siwalanpanji dengan pemukul terbang tetap. Lalu muhud Mahallul Qiyam dipimpin ketua ISHARI NU Banjarkemantren dengan pemukul terbang sebelah kanan dari Siwalanpanji dan sebelah kiri dari Banjarkemantren. Kemudian diakhiri dengan pembacaan doa. Adapun jamaah rodat dan drek seluruh jamaah yang hadir pada latihan gabungan waktu itu.
Di akhir pelaksanaan latihan gabungan terlihat para jamaah dari berbagai ranting itu saling bercengkerama dan berbagai informasi terkait banyak hal, terutama tentang ISHARI NU. Sambil menikmati konsumsi berupa pentol, ketan, jambu air, pisang, samiler, kopi, dan es manado, tampak beberapa penggerak ISHARI NU itu membuat lingkaran-lingkaran kelompok kecil sambil berbagi gurauan. Ada yang berbagi cerita tentang pengalamannya di ISHARI NU, da nada juga yang saling bertukar informasi tentang hal-hal yang tidak terkait langsung dengan ISHARI NU. Jamaah anak-anak dan remaja juga terlihat sangat senang menikmati hidangan, terutama pentol dan es manado.
Menariknya, pada kesempatan itulah beberapa penggerak ISHARI NU saling berbagi ilmu terkait pengetahuan, skill, dan pemikiran tentang ISHARI NU. Gus Mu’is, Gus Iponk, Haji Puji, dan Haji Nurkholis tampak duduk melingkar sambil meminta konfirmasi dari Ustadz Suyanto tentang sebuah lagu yang biasa dibawakan dalam muhud Mahallul Qiyam. Lagu tersebut di daerah Pasuruan sangat familier, tapi di Sidoarjo jarang dibawakan. Setelah beberapa saat, terdengar mereka mendendangkan qosidah tersebut sambil tangan mereka bergerak-gerak seakan mewakili kontengan yang biasa dilakukan seorang Hadi (pimpinan pembacaan ISHARI NU) saat memimpin Mahallul Qiyam.
Tidak hanya itu saja, mereka juga belajar tentang bagaimana sebagai Hadi dapat menyesuaikan pemenuhan kaidah lagu dalam satu qosidah dengan tepukan tangan drek yang mengiringinya. Juga disambung dengan bagaimana mengelola jamaah dalam melakukan rodat sehingga mampu menjadi sebuah ritual seni yang elok dan menawan. Di pojok lain tampak beberapa jamaah yang kembali belajar meningkatkan kualitas pukulan rebananya.
“Seorang Hadi disamping dituntut untuk mampu melantunkan qosidah ISHARI, dan pada saat yang sama menyesuaikan qosidah itu dengan gerak drek yang bisa jadi bukan dari kelompoknya. Itulah salah satu tantangan bagi seorang Hadi,” papar Ustadz Suyanto pada orang-orang yang menyimaknya.
Tentu momentum pembelajaran bersama seperti itu dapat menjadi ruang peningkatan pengetahuan, skill, dan juga ide-ide prositif atas ISHARI NU. Tidak kalah penting juga, kegiatan seperti itu menjadi ajang pelatihan mental pada semua jamaah dengan berani mengekspresikan kemampuannya tentang ISHARI NU di depan publik dengan kelompok lain dari ranting yang berbeda. Kegiatan semacam ini membawa harapan tersendiri atas masa depan ISHARI NU di masa depan. Paling tidak, masih ada upaya rutin untuk melestarikan tradisi akrab di kalangan nahdliyyin itu.(c)
A’wan MWC NU Buduran | Tukang Sapu Langgar
Mahabbah gak kenal wayah